Tujuan Instruksional dan Berbagai Bentuk Tes

A.      Latar Belakang
Setiap Negara tentu mempunyai cita-cita tentang warga Negaranya akan diarahkan. Cita-cita tersebut dimanifestasikan dalam bentuk Tujuan pendidikannya. Cita-cita bangsa Indonesia adalah terbentuknya manusia pancasila bagi seluruh warga negaranya. Tujuan pendidikannya telah disejajarkan dengan cita-citanya tersebut. Semuanya institusi atau lembaga pendidikan harus mengarahkan segala kegiatan disekolahnya bagi pencapaian Tujuan itu. Inilah yang disebut dengan Tujuan umum pendidikan secara eksplisit tertera dalam GBHN.

Semua aparatur pemerintah termasuk petugas-petugas pendidikan, harus terlebih dahulu memahami makna dari rumusan tersebut dan menterjemahkannya dalam bentuk rumusan Tujuan yang sesuai dengan tingkat dan jenis pendidikan yang diselenggarakan pada lembaga tersebut. Inilah yang disebut sebagai Tujuan Instruksional. Tujuan ini sudah Khusus diperuntukkan bagi Tujuan penyelengaraan sekolah atau institusi. Semua Tujuan pendirian sekolah harus berakibat atau harus berpedoman kepada Tujuan umum atau Tujuan pendidikan nasional yang telah disebut.
Tujuan Instruksional merupakan penjabaran dari Tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan secara nasional, Tujuan pendidikan tercantum dalam pembukaan Undang undang dasar 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Gambaran tentang ciri-ciri kedewasaan yang perlu dikembangkan pada anak didik dapat ditemukan dalam penentuan perumusan mengenai Tujuan pendidikan, baik pada taraf nasional maupun taraf pengelolaan institusi pendidikan.
Perumusan suatu Tujuan pendidikan yang menetapkan hasil yang harus diperoleh siswa selama belajar, dijabarkan atas pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, sikap dan nilai yang telah menjadi milik siswa. Adanya Tujuan tertentu memberikan arah pada usaha para pengelola pendidikan dalam berbagai taraf pelaksanaan. Dengan demikian usaha mereka menjadi tidak sia-sia karena bekerja secara profesional dengan berpedoman pada patokan yang jelas.
Untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang Tujuan Instruksional kami akan membahas dalam makalah ini.

B.  Rumusan Masalah
a.    Apa pengertian Tujuan Instruksional ?
b.    Apa macam-macam Tujuan Instruksional ?
c.    Bagaimana cara membuat Tujuan pembelajaran ?
d.   Apa macam-macam bentuk tes?
e.    Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing tes ?
f.     Apa dasar  penggunaan jenis tes?

C.  Tujuan Penulisan
a.    Untuk mengetahui pengertian Tujuan Instruksional
b.    Untuk mengetahui macam-macam Tujuan Instruksional
c.    Untuk mengetahui cara membuat Tujuan pembelajaran
d.   Untuk mengetahui macam-macam bentuk tes
e.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing tes
f.     Untuk mengetahui dasar  penggunaan jenis tes







                                                   
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tujuan Instruksional
Materi suatu bidang studi tidak mungkin menjadi milik kita, tanpa dipelajari terlebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh pendidik. Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi belajar-mengajar atau pengajaran (Instruksional). Dari perkatan pengajaran atau Instruksional inilah maka timbul istilah Tujuan Instruksional, yaitu Tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur.[1] berbagai defenisi Tujuan Instruksional disampaikan oleh beberapa tokoh diantaranya;
1.    Robert F. Magner (1962) yang mendefinisikan Tujuan Instruksional sebagai Tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa sesuai kompetensi tertentu.
2.    Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981), Tujuan Instruksional adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
3.    Fred Percival dan Henry Ellington (1984), Tujuan Instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan atau keterampilan peserta didik tertentu yang diharapkan dapat sicapai sebagai hasil belajar.
4.    Mager (1975) , Tujuan Instruksional adalah , “ an objective is a description of a performance you want learners to be able to exhibit brfore you consider them competent. An objective describes an intended result of intrution , rather that the process of instruction itself”[2]
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat kita pahami bahwa Tujuan intruksional adalah Tujuan pembelajaran yang diharapkan setelah tercapainya Tujuan itu terjadi adanya perubahan pada diri peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Atau dengan kata lain, Tujuan intruksional adalah Tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran.
Dalam pembaharuan system pendidikan yang berlaku di Indonesia sekarang ini, setiap guru dituntut untuk mengetahui Tujuan pembelajaran dari kegiatannya mengajar dengan titik tolak kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu dalam merancang system belajar yang akan dilakukannya, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat Tujuan Instruksional. Dengan Tujuan Instruksional:
1.    Pendidik mempunyai arah untuk memilih bahan pelajaran dan memilih prosedur (metode) mangajar. 
2.    Peserta didik mengetahui arah belajarnya.
3.    Setiap pendidik mengetahui batas-batas tugas dan wewenang mengajarkan suatu bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) atau saling menutup (overlap) antar pendidik.
4.    Pendidik mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik.
5.    Pendidik sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan (decision maker) mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efiensi pengajaran.[3]

B.  Macam-Macam Tujuan Intruksional
Ada dua macam Tujuan Instruksional, yaitu:
1.    Tujuan Instruksional umum (TIU)
2.    Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Pembedaan atas 2 macam Tujuan ini didasarkan atas luasnya Tujuan yang akan dicapai.

Tujuan Intruksional umum
(TIU)
TIK
1
TIK
2
TIK
3
TIK
4
TIK
5
TIK
6
 







a.    Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Tujuan Instruksional Umum adalah suatu kegiatan mengidentifikasi kebutuhan Instruksional untuk memperoleh jenis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum dilakukan dengan baik oleh peserta didik, (yang mana) jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut masih bersifat umum atau garis besar[4]
Selain itu ada juga yang mengartikan Tujuan Instruksional umum merupakan Tujuan pengajaran yang perubahan prilaku siswa yang belajar masih merupakan perubahan internal yang belum dapat dilihat dan diukur.
Kata kerja dalam Tujuan umum pengajaran masih mencerminkan perubahan prilaku yang umumnya terjadi pada manusia, sehingga masih menimbulkan beberapa penafsiran yang berbeda-beda. Contoh: “setelah melakukan pelajaran siswa diharapan dapat memahami penjumlahan dengan benar”. Kata kerja “memahami penjumlahan” merupakan kata kerja yang bersifat umum karena pemahaman penjumlahan dapat ditafsirkan berbeda.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa Tujuan Instruksional umum hanya menggariskan hasil-hasil yang bersifat umum pada kegiatan belajar dari setiap mata pelajaran yang harus dicapai oleh setiap peserta didik.
b.    Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Tujuan Instruksional Khusus yang merupakan penjabaran dari TIU menyangkut satu pokok bahasan atau topik pelajaran tertentu sebagai Tujuan pengajaran yang kongkrit dan spesifik, yang dianggap cukup berharga, wajar dan pantas yang dapat direalisasikan dan bertahan lama demi tercapainya Tujuan Instruksional umum.
Selain itu ada juga yang mengartikan Tujuan Instruksional Khusus adalah Tujuan pengajaran dimana perubahan prilaku telah dapat dilihat dan diukur. Kata kerja yang menggambarkan perubahan prilaku telah spesifik sehingga memungkinkan dilakukan pengukuran tanpa menimbulkan lagi berbagai perberdaan penafsiran. Misal TIU yang dirumuskan “Siswa memahami ayat-ayat Al quran tentang demokrasi” maka TIK dapat dirumuskan “siswa membaca, mengartikan, dan menjelaskan ayat-ayat Al quran tentang demokrasi .
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa penggunaan istilah TIU dan TIK pada kurikulum 2004 lebih dekat pada istilah SK dan KD, atau pada kurikulum 2013 digunakan istilah  KI dan KD.
Adapun langkah-langkah untuk merumuskan TIK (Tujuan instruksional Khusus) sebagai berikut;
1.    Membuat sejumlah TIU (Tujuan Instruksional Umum) untuk setiap mata pelajaran/bidang studi yang akan diajarkan. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi didalam diri manusia.
Benjamin S. Bloom membagi Tujuan Instruksional menjadi tiga kawasan menurut jenis kemampuan yang tercantum di dalamnya.
a.    Tujuan yang mempunyai titik berat kemampuan berfikir disebut tujuan dalam kawasan Kognitif. Yang termasuk dalam kawasan kognitif adalah kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi sesuatu.
b.    Tujuan yang mempunyai fokus keterampilan melakukan gerak fisik disebut tujuan dalam kawasan Psikomotor. Yang termasuk dalam kawasan psikomotor adalah kemampuan meniru melakukan suatu gerak, merangkaikan berbagai gerak, melakukan gerakan dengan tepat dan wajar.
c.    Tujuan Instruksional ketiga adalah kawasan Afektif, yakni yang berintikan kemampuan bersikap.
2.    Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya jelas, Khusus, dapat dimengerti, terukur, dan menunjukkan perubahan tingkah laku. Sehingga tidak dapat disalahtafsirkan oleh beberapa orang.[5]
Rumusan TIK yang lengkap memuat 3 (tiga) komponen, yaitu:
a.    Tingkah laku akhir (terminal behavior).
Tingkah laku akhir adalah tingkah laku yang diharapkan setelah seseorang mengalami proses belajar. Di sini tingkah laku ini harus menampakkan diri dalam suatu perbuatan yang dapat diamati dan diukur (observable and measurable). Contoh: Menyebutkan, Menjelaskan, Menuliskan, Menerjemahkan, Menceritakan, dan lain-lain.
b.    Kondisi demonstrasi (conditional of demonstration or rest).
Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau situasi yang dikenakan pada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah laku akhir, contoh: Dengan penulisan yang betul. Urut dari yang paling tinggi. Dengan bahasanya sendiri.
Dengan demikian maka rangkaian kata-kata dalam rumusan TIK menjadi :
1)   Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan dengan penulisan yang betul.
2)   Siswa dapat menunjukan letak gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah, urut dari yang paling tinggi
3)   Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga dengan bahasanya sendiri.
Kata-kata bercetak miring itulah yang menunjukkan standar keberhasilan
c.    Standar keberhasilan (standard of perfomance).
Standar keberhasilan adalah komponen TIK yang menunjukkan seberapa jauh tingkat keberhasilan yang dituntut oleh penilai bagi tingkah laku peserta didik pada situasi akhir. Tinggkat keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun persentase misalnya: Dengan 75% betul, Sekurang-kurangnya 5 dari 10, Tanpa kesalahan.[6]
C.  Cara Membuat Tujuan Pembelajaran
Untuk apa kita menyusun Tujuan pembelajaran?. Saat kita memiliki pernyataan tentang apa yang akan diketahui oleh siswa dan mampu dilakukan sebagai hasil dari proses pembelajaran, maka kita akan lebih mudah dalam memilih strategi, metode, teknologi, dan media yang akan digunakan. Sebagai contoh, jika kita menginginkan agar siswa kita memahami konsep konduktor dan isolator panas, maka strategi yang digunakan mencakup kegiatan mengklasifikasikan benda-benda kedalam dua kelompok, yakni benda-benda yang menghantarkan panas dan benda-benda yang tidak menghantarkan panas. Selain itu, siswa juga harus bisa memberi contoh-contoh baru benda-benda yang termasuk konduktor dan isolator. Teknologi dan media yang digunakan dapat berupa lilin, korek api, sendok logam, batang kayu, kain, kertas, kawat, dsb.
Selain memudahkan guru memilih strategi, teknologi, dan media; Tujuan pembelajaran juga memudahkan guru untuk memilih cara penilaian. Manakala kita menyatakan Tujuan pembelajaran secara eksplisit, maka kita dapat membuat penilaian untuk mengukur keterampilan dan pengetahuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa.
Tujuan pembelajaran dapat dirumuskan dengan rumus ABCD. A (audience) adalah siswa yang belajar, B (behavior) adalah perubahan prilaku yang diinginkan terjadi, C (condition) adalah kondisi yang menimbulkan perubahan prilaku yang di inginkan, dan D (degree) adalah derajad ketercapaian perubahan yang diinginkan. Misalkan: (setelah membaca diperpustakaan=C) (siswa=A) (diharapkan dapat menyebutkan macam-macam sholat sunah=B) (paling tidak lima jenis=D). Maka ABCD ini sebagai acuan yang mudah kita ikuti saat menulis Tujuan pembelajaran.
Proses penulisan Tujuan pembelajaran diawali dengan menamai audience yang menunjukkan kepada siapa Tujuan pembelajaran tersebut ditujukan. Selanjutnya, behavior yang ditunjukkan oleh siswa dan condition saat siswa menunjukkan kemampuan atau perilaku yang akan diamati. Terakhir, ABCD menyatakan degree dari pengetahuan baru dan keterampilan yang harus dikuasai.
Tujuan pembelajaran terpusat pada apa yang harus diketahui dan mampu dilakukan oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, bukan pada apa yang dilakukan oleh guru, maka sangat penting untuk menyatakan secara jelas siswa yang menjadi sasaran, sebagai contoh, “Siswa kelas V.” Kita juga boleh menggunakan frase, “Siswa dapat ….”.
Behaviour inti dari Tujuan pembelajaran adalah kata kerja yang menggambarkan kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran. Kata kerja yang digunakan haruslah komunikatif dan menunjukkan perilaku yang teramati (observable). Apa yang dapat dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran? Untuk mengetahuinya, kita tidak boleh menggunakan istilah yang samar, seperti mengetahui dan memahami. Akan lebih baik jika kita menggunakan kata kerja yang lebih operasional, misalnya mendefinisikan, mengelompokkan dan mendemonstrasikan. kata-kata kerja tersebut menunjukkan performance yang lebih teramati. Kata-kata kerja yang lain misalnya, “menyatakan pendapat”, “menuliskan”, “menghitung”.
Degree Unsur terakhir dari Tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang menunjukkan kriteria dari behaviour yang akan dinilai. Kriteria tersebut dapat dinyatakan dalam angka, misalnya “Siswa dapat mengenali bentuk daun dari enam buah daun yang diberikan minimal lima daun”.

D.  Macam-Macam Bentuk Tes.
1.      Pengertian
Secara harfiah kata “tes” berasal dari kata bahasa prancis kuno: testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan tes yang berarti ujian atau percobaan.
Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian diantaranya;
a.    Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.[7]
b.    Menurut Anne Anastasi, Tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.[8]
c.    Menurut F.L. Geodenough, Tes adalah suatu rangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu dengan maksud untuk membandingkan kecakapan antara satu dengan yang lain.[9]
d.   Menurut Webster’s Collegiate, Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.[10]
e.    Tes merupakan instrumen alat ukur untuk pengumpulan data dimana dalam memberikan respona atas pernyataan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan penampilan maksimalnya.
f.     Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
g.    Menurut Sumadi Suryabrata (1984:22) Tes adalah pernyataan-pernyataan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana tesee menjawab pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidiki mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau teste lainya.[11]
h.    “Test = any series of questions or exercise or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group”(George & Richard, 1973 :33)

Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa tes adalah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbetuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat melambangkan prestasi. Atau dengan kata lain, tes  bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dan dari informasi  tersebut guru dapat merencanakan pengajaran yang lebih baik lagi.
2.    Macam-Macam Tes.
Dari berbagai jenis tes, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes penguasaan dan tes kemampuan. Tes penguasaan (mastering tes) adalah yang diujikan setelah peserta memperoleh sejumlah materi. Pada tes penguasaan, peserta didorong untuk memberikan penampilan maksimal dan dari penampilannya dapat diketahui penguasaan siswa terhadap materi.
Sedangkan tes kemampuan (competence test) adalah tes yang diujikan untuk mengetahui kepemilikan kemampuan peserta tes. Penguasaan berbeda dengan kemampuan, karena penguasaan merupakan sesuatu yang diperoleh setelah proses belajar mengajar dan kemampuan merupakan sesuatu yang dimiliki dan telah melekat dalam diri responden. Termasuk dalam tes kemampuan adalah tes bakat, tes kecerdasan, tes kemampuan numerik, tes potensi akademik, tes penalaran, tes kemampuan berfikir kritis dan sebagainya.
Tes Hasil Belajar (THB) merupakan tes penguasaan, karena tes ini mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Tes diujikan setelah siswa memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi tersebut.
Tes ini dilakukan untuk mengukur hasil belajar yakni sejauh mana perubahan perilaku yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran yang telah dicapai oleh para siswa. Dalam mengukur hasil belajar siswa didorong untuk menunjukkan penampilan maksimalnya. Dari penampilan yang ditunjukkan dalam jawaban atas THB ini dapat diketahui penguasaaan siswa terhadap materi yang diajarkan dan dipelajari.
Tes Hasil Belajar dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori;
a.    Tes menurut peranan fungsionalnya dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tes formatif, tes sumatif, tes diagnostik dan tes penetapan.
1)   Tes formatif berasal dari kata dalam bahasa Inggris yang berarti membentuk. Jadi yang dimaksud dengan tes formatif yaitu suatu tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses belajar mengajar. Tes formatif dalam praktik pembelajaran dikenal sebagai ulangan harian.
2)   Tes sumatif berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “sum” yang atinya jumlah atau total. Jadi tes sumatif adalah suatu tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa atas semua jumlah materi yang disampaikan dalam satuan waktu tertentu seperti catur wulan atau semester. Dalam praktik pembelajaran tes sumatif dikenal sebagai ujian semester.
3)   Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertntu. Materi yang ditanyakan biasanya ditekankan pada bahan-bahan tertentu yang menurut pengalaman sulit dipahami siswa. Tes ini bisa secara lisan, tertulis ataupun perbuatan.[12]
4)   Tes penetapan adalah pengumpulan data yang diperlukan untuk menempatkan siswa dalam kelompok siswa sesuai dengan minat dan bakatnya. Ada juga yang menyebutnya Tes penempatan (Placement Test) yaitu tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar. Misalnya siswa yang masuk ke sekolah SMA memperoleh tes penetapan untuk menempatkan siswa kedalam kelompok IPA, IPS, atau BAHASA.
b.    Tes ditinjau dari segi bentuk pelaksanaannya terbagi tiga yaitu; tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan.
1)   Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pencil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer.
2)   Tes lisan adalah tes soal dan jawabannya menggunakan lisan. Siswa akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan perintah yang diberikan.
3)   Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik. Tes perbuatan ialah tes di mana jawaban yang dituntut dari siswa berupa tindakan dan tingkah laku konkrit. Observasi merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tes perbuatan atau tindakan.
c.    Tes ditijau dari bentuk soal dan kemungkinan jawabannya terbagi dua yaitu; Tes Essay/Uraian/Subyektif dan Tes Obyektif.
1)        Tes Essay/Uraian/Subyektif
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes Essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
Kelebihan tes ini adalah;
a)    kekuatan soal untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan melibatkan level kognitif yang tinggi
b)   memberi kesempatan pada siswa untuk menyusun jawaban sesuai pikirannya sendiri.
c)    Mudah dipersiapkan dan disusun
d)   Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
e)    Mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus
f)    Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan carannya sendiri. 
g)   Dapat mengetahui sejauhmana peserta didik mendalami suatu masalah yang diujikan/dites
h)   Kelemahan tes ini adalah;
i)     terdapat subjektivitas dalam penilaiannya karena penilai yang berbeda atau situasi berbeda
j)     tes essay menghendaki jawaban yang panjang, sehingga tidak memungkinkan ditulis butir tes dalam jumlah banyak. 
k)   penggunaan tes essay membutuhkan waktu koreksi yang lama dalam menentukan nilai dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain [13]
l)     Terbatasnya lingkup bahan pelajaran yang dinilai dan sulitnya mengoreksi jawaban dengan obyektif.
m) Cara pemeriksaannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
n)   Pemeriksaaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
2)      Tes Obyektif
Tes obyektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan alternatif jawabannya. Dengan kata lain hasil tes ini  dapat dinilai secara obyektif, maksudnya dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang sama.[14]
Kelebihan tes ini adalah;
a)    dalam tes bentuk obyektif kemungkinan dapat ditulis butir soal dalam jumlah banyak.
b)    Untuk menjawab test obyektif tidak banyak memakai waktu.
c)    Reabilitasnya lebih tinggi kalau di bandingkan dengan test Essay, karena penilainnya bersifat obyektif.
d)   Pemberian nilai dan cara menilai test obyektif lebih cepat dan mudah karena tidak menuntut keahlian khusus dari pada si pemberi nilai.
e)     Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
f)    Pemeriksaanya dapat diserahkan kepada orang lain.
g)   Tes Obyektif tidak memperdulikan penguasaan bahasa, sehingga mudah dilaksanakan
Kelemahan tes ini adalah;
a)    tes obyektif kurang memberi kesempatan untuk menyatakan isi hati atau kecakapan yang sesungguhnya karena anak tidak membuat kalimat.
b)   peluang melakukan tebakan sangat tinggi, karena siswa akan menggunakan informasi yang diingatnya untuk menjawa soal.[15]
c)    Murid sering menerka-nerka dalam memberikan jawaban, karena mereka belum menguasai bahan pelajaran tersebut.
d)   Memang test sampling yang diajukan kepada murid- murid cukup banyak, dan hanya membutuhkan waktu yang relative singkat untuk menjawabnya
e)    Tidak biasa mengajak murid untuk berpikir taraf tinggi.
f)    Banyak memakan biaya, karena lembaran item-item test harus sebanyak jumlah pengikut test.
g)   Kerjasama antar peserta didik pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.
Tes obyektif  ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain ;
a)    Benar-Salah atau True- False (T- F)
b)   Pilihan Berganda atau Multiple Choise Test (M-Ch)
c)    Isian atau Completion Test
d)   Menjodohkan atau Matching Test
e)    Jawaban Singkat atau Short Answer

a.    Benar-Salah atau True- False (T- F)
Bentuk tes benar salah memiliki soal yang berupa statemen. Statemen tersebut dapat disusun sedemikian rupa, ada yang benar dan ada yang salah. Di sini tugas testee adalah membubuhkan tanda atau simbol tertentu atau mencoret huruf B jika menurut mereka pernyataan itu benar.
Kelebihan Tes B-S yaitu:
1)        Pembuatannya mudah
2)        Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas
3)        Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas
4)        Bagi testee, cara menegerjakannya mudah
5)        Bagi tester, cara mnegoreksinya mudah
     Kelemahan Tes B-S yaitu:
1)   Membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban.
2)   Pada umumnya tes ini reliabilitasnya rendah; kecuali apabila butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang banyak
3)   Tidak bisa untuk mengukur kemampuan analisa.
4)   Kurang cocok untuk soal hitungan
b.   Pilihan Berganda atau Multiple Choise (M-Ch)
Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian atau pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan. Tes pilihan ganda adalah bentuk test yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.
Kelebihan Tes Pilihan Berganda yaitu:
1)   Hasil belajar yang sederhana sampai yang komplek dapat diukur.
2)   Terstruktur dan petunjuknya jelas.
3)   Alternatif jawaban yang salah dapat memberikan informasi diagnostik.
4)   Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya
5)   Dapat diaplikasikan dengan komputer baik penampilan soal dan perhitungan nilainya.
 Kelemahan Pilihan Berganda yaitu:
1)   Menyusunnya membutuhkan waktu yang lama.
2)   Kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah, kemampuan untuk mengorganisir dan mengekspresikan ide.
3)   Kurang menggambarkan sebuah proses
4)   Jumlah soal harus banyak agar dapat mewakili semua materi yang telah dipelajari
5)   Nilai dapat dipengaruhi dengan kemampuan baca.

c.    Isian atau Completion
Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.
Tes ini biasanya berbertuk cerita atau karangan, kata-kata yang dianggap penting biasanya dikosongkan, tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang dikosongkan.
Kelebihan Isian atau Completion yaitu :
1)   Sangat mudah dalam penyusunannya
2)   Butir-butir item tes ini  berguna sekali untuk mengungkap pengetahuan testee secara bulat atau utuh mengenai suatu hal atau suatu bidang.
3)   Persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh test model ini.
 Kelemahan Isian atau Completion yaitu :
1)   Lebih cenderung mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja.
2)   Kurang menggambarkan sebuah proses
3)   kurang memberi kesempatan untuk menyatakan isi hati atau kecakapan yang sesungguhnya karena anak tidak membuat kalimat

d.   Menjodohkan atau Matching
Soal menjodohkan sebenarnya masih merupakan pilihan ganda. Perbedaanya adalah pilihan ganda terdiri atas item dan option, kemudian teste tinggal memilih salah satu option yang diberikan. Sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda. Kolom sebelah kiri menunjukan kumpulan soal, dan kolom sebelah kanan menunjukan kumpulan jawaban. Jumlah alternatif jawaban harus dibuat lebih banyak daripada soal.
Kelebihan Menjodohkan yaitu:
1)   Waktu membaca dan merespon relative singkat.
2)   Mudah untuk dibuat dan mudah dalam pengoreksian.
3)   Memudahkan siswa menjawab soal karena jawaban sudah tersedia.
4)   Penilaian mudah, obyektif dan dapat dipercaya.
5)   Berguna untuk menilai berbagai hal; misalnaya: antara problem dan penyelesainnya, teori dan penemuannya, sebab dan akibatnya, istilah dan definisinya.
Kelemahan Menjodohkan yaitu:
1)   Karena jawabannya pendek-pendek, maka tes ini kurang dapat dipakai untuk mengukur penguasaan yang bersifat pengertian dan kemampuan membuat tafsiran.
2)   Hanya mengukur materi yang bersifat hapalan
3)   Bila yang belum terjawab tinggal sedikit dapat ditebak.
e.    Dasar  Penggunaan Jenis Tes.
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur  tujuan pembelajaran. Ada pun prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1)   Tes tersebut dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan memudahkan bagi guru dalam menyusun butir-butir soal tes.
2)   Butir-butir soal tes harus merupakan sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang telah diajarkan.
3)   Bentuk soal tes harus bervariasi, atau mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesui dengan tujuan.
4)   Tes di desain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan
5)   Tes dibuat seandal (reliable) mungkin sehingga mudah dinterpretasikan dengan baik.
6)   Tes selain untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa, juga dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru.[16]
Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
1)    Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid bila tes  itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat. Contoh, untuk mengukur partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya.
2)    Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Reliabelitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang memberikan hasil yang sama. Berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas, maka: Validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan.
3)    Bersifat objektif, Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. hal ini terutama terjadi pada sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes.
4)    Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes, atau dengan kata lain tes tersebut menunjukkan dapat dijalankannya, dengan mendasarkan pada biaya, waktu yang diperlukan untuk menyusun, kemudahan penyusunan, dan lain-lain. Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya. tes yang baik adalah yang: mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
5)    Bersifat ekonomis, yang dimaksud ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama. Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah tes yang baik adalah valid dan reliable.[17]


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan uraian diatas, penulis menarik beberapa simpulan antara lain:
a.    Tujuan Intruksional adalah Tujuan pembelajaran yang diharapkan setelah tercapainya Tujuan itu terjadi adanya perubahan pada diri peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
b.    Ada dua macam Tujuan Instruksional, yaitu: Tujuan Instruksional umum (TIU), dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
c.    Tujuan pembelajaran dapat dirumuskan dengan rumus ABCD. A (audience) adalah siswa yang belajar, B (behavior) adalah perubahan prilaku yang diinginkan terjadi, C (condition) adalah kondisi yang menimbulkan perubahan prilaku yang di inginkan, dan D (degree) adalah derajad ketercapaian perubahan yang diinginkan.
d.   Tes adalah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbetuk pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang dapat melambangkan prestasi.
e.    Dari berbagai jenis tes, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tes penguasaan dan tes kemampuan.
f.     Tes menurut peranan fungsionalnya dalam pembelajaran dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tes formatif, tes sumatif, tes diagnostik dan tes penetapan.
g.    Tes ditinjau dari segi bentuk pelaksanaannya terbagi tiga yaitu; tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan.
h.    Tes ditijau dari bentuk soal dan kemungkinan jawabannya terbagi dua yaitu; Tes Essay/Uraian/Subyektif dan Tes Obyektif.




DAFTAR PUSTAKA
1.      Arikunto, Suharsimi,  Penilaian Program Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 1988.
2.      …………………,  Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT Bumi Aksara,  Jakarta,  2011.
3.      Daryanto, Evaluasi  P endidikan,  Reneka Cipta, Jakarta,  2010.
4.      Dickson E George, Saxe W Richard . Pather for Educational Reform and ReveWAL Mc : Cutchen Publishing Corporation , 1973
5.      Purwanto, M. Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010.
6.      Sodijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.
7.      Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi Pendidikan, PT.Raja Grfindo Persada, Jakarta, 2003.
8.      Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, TERAS, Yogyakarta, 2009.
9.     http//:Tulane.edu/…behavioral-objectives-and-how-to-white-them.docx



[1]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011). h. 132 lihat juga Drs. H. Daryanto, Evaluasi  Pendidikan,( Jakarta: Reneka Cipta, 2010), h. 58, lihat juga Drs. Soemarsono, M.Sc, Tujuan Instruksional, Pusat Pengembangan Kurikulum, BP3K, Dep. P dan K, Jakarta, 1978,  h. 3.
[2]http//:Tulane.edu/…behavioral-objectives-and-how-to-white-them.docx (selasa 23:00 , 29-03-2016)
[3]Drs. H. Daryanto, Evaluasi  Pendidikan,( Jakarta: Reneka Cipta, 2010), h. 60
[4]Suharsimi Arikunto, h. 135
[5]Ibid, h. 134-135
[6]Drs. H. Daryanto, h. 62-63
[7]Suharsimi Arikunto, h. 53
[8]Prof. Drs. Anas Sodijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 66
[9]Ibid, h. 67
[10]Suharsimi Arikunto,  Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988),  h. 29
[11]M.Chabib Thoha,Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT.Raja Grfindo Persada, 2003) , h. 43
[12]Prof. Drs. Anas Sodijono, h. 70-71
[13]Nurkancana dan sumartana,  Evaluasi Pendidikan, (1986 ), h.  42
[14]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 35
[15]Ibid, h. 39
[16]Prof. Drs. Anas Sodijono, h. 97-98

[17]Drs. M. Ngalim Purwanto, MP, h. 137. Lihat juga Suharsimi Arikunto,  h. 58-63

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »