DASAR DAN UNSUR DASAR PENDIDIKAN ISLAM



DASAR DAN UNSUR DASAR
PENDIDIKAN ISLAM

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah. Oleh karena itu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhan anak didik (manusia) kepada titik optimal kemampuannya.
Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.[1]
Pendidikan pada umumnya merupakan masalah yang tidak pernah selesai (unfinished agenda), dimana pendidikan selalu menjadi pembicaraan yang hangat dan tidak pernah memuaskan baik bagi negara miskin, berkembang maupun negara yang sudah maju. Hal ini menurut Ahmad Tafsir didasari karena manusia secara fitrah menginginkan yang lebih baik, teori pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat,dan berubahnya pengaruh pandangan hidup[2]
Dengan dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori pendidikan mengikuti kebutuhan masyarakat dan pandangan hidup yang semakin berkembang, maka pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari historis dan dasar yang menjadi pijakan kehidupan manusia pada saat itu. Begitu pula dengan pendidikan Islam sebagai bagian dari perkembangan agama Islam di dunia tentu tidak akan bisa terlepas dari perkembangan umat Islam dari masyarakat yang relatif sederhana menjadi masyarakat Islam yang semakin komplek dan global.
Pendidikan Islam pada hakikatnya  merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren, madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.[3]
Melihat perkembangan historis pendidikan Islam sampai saat ini, maka makalah sederhana ini mencoba menguraikan tentang apa saja dasar yang kokoh yang menjadi asas dalam pendidikan Islam dan apa saja unsur-unsur dalam pendidikan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dasar Pendidikan Islam
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foundation; Perancis: Fondement; Latin: Fundamentum) secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).[4] Nur Uhbiyati menyebutkan dasar adalah landasan tempat berpijak atau tempat tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak dan kokoh.[5] Mujib dan Mudzakkir menegaskan bahwa dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal dari pendidikan Islam.[6] Dasar pendidikan Islam dapat dipahami sebagai fondamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan Islam dapat kokoh dan tidak mudah roboh meskipun diterpa badai ideologi yang muncul kapan saja. Dengan dasar yang kokoh sehingga pendidikan Islam tidak mudah terombang-ambing dan tidak mudah terpengaruh.
Pendidikan Islam memiliki dasar atau asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-citanya.[7] Hal ini memberikan penekanan bahwa pendidikan Islam tidak bersifat liberal melainkan ia berada pada landasan dasar yang kokoh.
Secara garis besar dasar pendidikan Islam ada 3 yaitu Alquran, Sunnah dan Ijtihad (pendapat para ulama Islam yang saleh dan mumpuni keilmuannya).[8] Dalam konteks yang sama namun dengan gaya bahasa yang sedikit berbeda, Kamrani Buseri memberikan penekanan bahwa dasar pendidikan Islam dapat digolongkan ke dalam dua kategori yaitu dasar yang bersifat absolut (mutlak) yaitu Alquran dan Sunnah dan dasar yang bersifat nisbi yaitu ijtihad.[9]
Alquran dan Sunnah merupakan dasar fundamental pendidikan Islam. Keabsolutan keduanya sebagai dasar pendidikan Islam merupakan tiang penyangga pendidikan Islam yang memelihara esensi dan tujuan-tujuan fundamental yang harus terus dilestarikan. Sedangkan ijtihad yang menurut istilah fiqh adalah usaha sungguh-sungguh manusia dalam berfikir untuk mengambil keputusan mengenai hukum suatu masalah tentu akan terus berkembang sehingga senantiasa relevan, inovatif dan responsif.[10] Secara substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Alquran dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam sehingga dapat menetapkan berbagai pandangan, konsep dan operasional pendidikan dalam kaitan pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa ketiga dasar pendidikan Islam sebagaimana telah disebutkan di atas merupakan satu kesatuan yang saling terkait namun tetap memiliki urutan hirarki yang tidak boleh dibolak balik yaitu Alquran, Sunnah dan ijtihad. Alquran dan Sunnah sebagai dasar utama dan ijtihad merupakan dasar atau asas yang bersifat pengembangan.[11]
Seiring dengan berkembangnya konsep pendidikan Islam. Secara terperinci para pakar pendidikan Islam memiliki pandangan yang bervariatif dalam upaya merumuskan dasar pendidikan Islam yang lebih terperinci.
Hasan Langgulung mengungkapkan ada 6 asas yang melandasi pendidikan yaitu:
1.      Asas Historis
Yaitu asas yang berkaitan dengan pengalaman positif umat di masa lalu dalam bidang pendidikan yang masih relevan untuk diterapkan atau dikembangkan.
2.      Asas Sosial
Yaitu kesesuaian antara pendidikan yang diberikan dengan keadaan dan perkembangan masyarakat serta memahami karakteristik sosial budaya yang berkembang di masyarakat.
3.      Asas Ekonomi
Yaitu agar penyelenggaraan pendidikan dapat disesuaikan dengan keadaan potensi-potensi perekonomian masyarakat.
4.      Asas Politik dan Administrasi
Yaitu asas yang memberikan bingkai ideologi untuk merumuskan strategi guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
5.      Asas Psikologis
Yaitu asas yang berkaitan dengan kondisi kejiwaan manusia sehingga dalam proses berjalannya pendidikan dapat terjalin komunikasi yang harmonis.
6.      Asas Filsafat
Yaitu asas yang berusaha memberikan kemampuan untuk memilih yang lebih baik, memberi arah dan mengontrol suatu sistem.[12]
Pendapat tersebut di atas terlihat begitu lengkap, namun menurut Abuddin Nata keenam asas tersebut belumlah sempurna karena belum memasukkan asas agama atau asas Islam yang justru menjadi karakter dari Pendidikan Islam tersebut.[13] Dengan adanya asas agama tentunya semua aktivitas pendidikan akan menjadi bermakna sebab agama menjadikan tujuan dan ruang gerak pendidikan menjadi terarah menuju ridha Allah swt.
Kamrani Buseri menjelaskan bahwa dasar-dasar pendidikan Islam secara lebih rinci yaitu meliputi:
1.      Dasar Normatif, meliputi:
a.       Nilai aqidah, ibadah, syariah – al-dharuriyyat al-khams
b.      Nilai-nilai manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah
c.       Nilai-nilai manusia sebagai pendidik dan anak didik
2.      Dasar Filosofis, meliputi:
a.       Apa hakikat manusia?
b.      Apa hakikat alam?
c.       Apa hakikat kehidupan?
d.      Apa hakikat kebenaran dan pengetahuan?
e.       Apa itu nilai kebaikan dan keindahan?
f.       Pandangan-pandangan mengenai hakikat, tujuan, kegunaan pendidikan, pendidik, anak didik, lingkungan serta sarana atau metode pendidikan.
3.      Dasar Biologis dan Psikologis, meliputi:
a.       Fisik, jiwa dan ruh
b.      Fithrah dan hanief
c.       Masa kanak-kanak , balig dan dewasa
d.      IQ, EQ dan SQ
4.      Dasar Sosiologis, meliputi:
a.       Manusia makhluk individual-sosial
b.      Manusia makhluk yang bermanfaat
c.       Keluarga muslim dan masyarakat muslim
d.      Hubungan antara individu, keluarga, lembaga pendidikan, mesjid dan masyarakat.[14]

B.     Unsur Dasar Pendidikan Islam
Dalam implementasi fungsi pendidikan Islam sangat memperhatikan aspek yang mendukung atau unsur yang turut mendukung terhadap tercapai tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek atau unsur-unsur tersebut menurut Kamrani Buseri sekurang-kurangnya meliputi enam hal yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, metode pendidikan, sarana/alat pendidikan, dan lingkungan.[15]
1.      Tujuan Pendidikan
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.[16]
Pada prinsipnya pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Hal ini tecantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab II pasal 3 yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[17]
Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dihasilkan dari seminar pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islamabad adalah:
“Education aims at the ballanced growth of total personality of man through the training of man’s spirit, intelect, the rasional self, feeling and bodile sense. Education should , therefore, cater, for the growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collectivelly, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of pefection. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large”.[18]
Maksudnya, pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan pancaindra. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiyah, linguistik, baik secara individu, maupun secara kolektif dan memotifasi semua aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan utama pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah SWT baik dalam level individu, komunitas, dan manusia secara luas.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mencetak manusia yang berbudi pekerti luhur supaya menjadi manusia yang sempurna guna menghambakan diri kepada Allah swt.
2.      Pendidik
Pengertian pendidik secara umum adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[19]
Menurut kajian pendidikan Islam, pendidik dalam bahasa arab disebut dengan mu’allim, ustadz, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib, masing-masing dengan makna yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimatnya, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
3.      Anak Didik
Anak didik adalah orang yang memerlukan bantuan orang lain untuk mengatasi kekurangan atau memenuhi kebutuhannya agar menjadi manusia dewasa.[20] Dalam paradigma pendidikan Islam, anak didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.  Disini, anak didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
4.      Metode Pendidikan
Metode berasal dari bahasa latin “meta” yang berarti melalui, dan “hodos” yang berarti jalan atau ke atau cara ke. Sedangkan menurut istilah metode dapat berarti suatu cara untuk mencapai cita-cita. Selanjutnya yang dimaksud dengan metode pendidikan Islam adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.[21]
Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa teknik atau metode Pendidikan Islam itu ada 8 macam, yaitu:
a.       Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan melalui teladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Namun hal itu masih tetap hanya akan merupakan tulisan di atas kertas, tergantung di atas awang-awang, selama tidak dapat menjamah manusia yang menerjemahkannya dengan tingkah laku, tindak tanduk, ungkapan-ungkapan rasa dan ungkapan-ungkapan pikiran; menjadi dasar-dasar dan arti sesuatu metodologi. Hanya bila demikianlah suatu metodologi akan berubah menjadi suatu gerakan dan akan menjadi suatu sejarah
b.      Pendidikan Melalui Nasihat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Ia menggerakkannya dan mengguncangkan isinya selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang peminta-minta yang berusaha membangkit-bangkitkan kenistaannya sehingga menyelubungi seluruh dirinya, tetapi bila tidak dibangkit-bangkitkannya maka kenistaan itu terbenam lagi. Nasihat yang jelas dan dapat dipegangi adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tak bergerak.
c.       Pendidikan Melalui Hukuman
Apabila teladan dan nasihat tidak mempan, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang cukup dengan teladan dan nasihat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya. Di antara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali dengan hukuman.
d.      Pendidikan Melalui Ceritera
Ceritera mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Sebab bagaimana pun perasaan, ceritera itu pada kenyataannya sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Pembaca atau pendengar ceritera tidak dapat tidak bersikap kerja sama dengan jalan ceritera dan orang-orang yang terdapat di dalamnya. Sadar atau tidak ia telah menggiring dirinya untuk mengikuti jalan ceritera menghayalkan bahwa ia berada di pihak ini atau itu dan sudah menimbang-nimbang posisinya dengan posisi tokoh ceritera, yang mengakibatkan ia senang, benci atau merasa kagum.
e.       Pendidikan Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia. karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapangan lain seperti untuk bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti ini tidak diberikan Tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar berjalan, berbicara dan berhitung. Tetapi di samping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa.


f.       Menyalurkan Kekuatan
Di antara banyak teknik Islam dalam membina manusia dan juga dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa, tumbuh dari diri dan tidak memendamnya kecuali bila potensi-potensi itu memang tertumpu untuk lepas.
Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai muatan, yaitu kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu berbentuk selama manusia itu sehat. Kekuatan yang dikandung oleh eksistensi manusia itu dan dihimpun oleh Islam, adalah kekuatan energik dan netral yang dapat baik atau buruk serta menghancurkan dan dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan arah. Islam menyalurkan kekuatan itu ke arah yang benar untuk kebaikan.
g.      Mengisi Kekosongan
Apabila Islam menyalurkan kekuatan tubuh dan karena jiwa ketika sudah menumpuk, dan tidak menyimpannya karena penuh risiko, maka Islam sekaligus juga tidak senang pada kekosongan. Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam juga merusak, tanpa adanya suatu keadaan istimewa. Kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan adalah habisnya kekuatan potensial untuk mengisi tersebut. Seterusnya orang itu akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu.
Islam ingin sekali memfungsikan manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang itu tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya serta ingin sekali meluruskan kekuatan itu pada jalannya semula
h.      Pendidikan Melalui Peristiwa-Peristiwa
Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakan sendiri maupun sebab-sebab di luar kemauannya. Keistimewaan peristiwa-peristiwa itu dari teknik pendidikan yang lain adalah bahwa peristiwa-peristiwa itu menimbulkan suatu situasi yang khas di dalam perasaan. Suatu peristiwa secara lengkap sangat membekas pada perasaan, yang mengirimkan satu jawaban dan reaksi keras yang kadang-kadang dapat meluluhkan perasaan. Hal ini tidaklah terjadi setiap hari, begitu pula tidaklah mudah sampai ke dalam hati di saat hati itu tenang, cerah dan tidak tertekan.[22]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa demikian luas, dalam dan terperinci Islam menuntun kepada umatnya agar menjadi makhluk berilmu, beramal dan berbudi pekerti yang luhur.
5.      Sarana atau Alat Pendidikan
Alat pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[23] Alat dan media memiliki kedudukan penting dalam pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya tidak meremehkan masalah alat. Pendidik hendaknya mengadakan studi secara mendalam tentang masalah ini.
Tidak sedikit kegagalan dalam pendidikan disebabkan pendidik tidak memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan alat, seperti fungsi, pemilihan, dan cara-cara menggunakannya. Alat dan juga media tidak terpisahkan dari tujuan, karena tujuan tidak mungkin tercapai tanpa alat. Ini berarti bahwa alat berfungsi mengantarkan penggunanya untuk mencapai tujuan. Dalam kaidah ushul fiqih mengatakan bahwa alat mempunyai nilai yang sejalan dengan nilai tujuan.
6.      Lingkungan
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik, namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarnya lingkungan mencakup lingkungan fisik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
a.       Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lingkungan utama yang dapat membentuk watak dan karakter manusia. Keluarga adalah lingkungan pertama dimana manusia melakukan komunikasi dan sosialisasi diri dengan manusia lain selain dirinya.  Di keluarga pula manusia untuk pertama kalinya dibentuk baik sikap maupun kepribadiannya.
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, karena didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak. Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya yang berbunyi:
كلّ مولودٍ يولد على الفطرة وانّما ابواه يمجّسا نه او يهـوّ دانه او ينصّرانه
Artinya: “Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah,maka sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Majusi, Yahudi dan Nasrani”
Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka…..(at-Tahrim:6)
Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya. Keluarga dalam perspektif pendidikan Islam memiliki tempat yang sangat strategis dalam pengembangan kepribadian hidup seseorang. Baik buruknya kepribadian seseorang akan sangat tergantung pada baik buruknya pelaksanaan pendidikan Islam di keluarga.
b.      Lingkungan Sekolah
Pada dasarnya sekolah harus merupakan suatu lembaga yang membantu bagi terciptanya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam dalam bidang pengajaran  yang tidak dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah dan masjid. Bagi ummat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan ialah lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang didalamnya diajarkan agama Islam, melainkan suatu lembaga pendidikan yang secara keseluruhan bernafaskan Islam hal itu hanya mungkin terwujud jika terdapat keserasian antara rumah dan sekolah dalam pandangan keagamaan.
Sekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja dibentuk guna untuk mendidik dan membina generasi muda ke arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidup ( life skill) yang dibutuhkan kemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan anak-anak dan remaja.
Dalam konsep Islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai media analisis pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran ,aqidah dan syariat demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah serta sikap mengesakan Allah dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya, sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan
c.       Lingkungan masyarakat
Pendidikan masyarakat harus mampu mengajak generasi muda untuk memilih teman dengan baik dan berdasarkan ketakwaan kepada Allah.



BAB III
PENUTUP/SIMPULAN

Dari Uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa : Pendidikan menurut pandangan islam lebih dominan kepada pembentukan akhlak, akidah dan iman. Sedangkan secara umum pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pengembangan kemapuan yang dimiliki. Apabila kedua hal ini digabungkan maka hasil dari pendidikan akan sangat maksimal dan menghasilkan peserta didik yang memiliki intelektual dan akhlak yang mulia.
Dasar-dasar ilmu pendidikan Islam adalah landasan atau pijakan yang dijadikan tempat berjalannya ilmu pendidikan Islam. Pada prinsipnya, ilmu pendidikan Islam berfungsi mengembangkan pendidikan Islam itu sendiri. Dasar utama ilmu pendidikan Islam adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dasar yang kedua adalah Sunnah yang memerintah umat Islam untuk mencari ilmu dan mengembangkan pendidikan Islam. Dasar ketiga dapat diambil dari pendapat para ulama yang mumpuni keilmuannya dalam memberikan pandangan, pendapat dan penafsiran terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam.
Adapun aspek atau unsur-unsur pendidikan Islam sekurang-kurangnya meliputi enam hal yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, metode pendidikan, sarana/alat pendidikan, dan lingkungan








DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Perkasa. 2008

Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2005

Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta:Bumi Aksara.1991

Buseri, Kamrani. Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2014

Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1991

Langgulung, Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru. 2003

Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga rededifisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa. 2010

Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media. 2006

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya. 2010

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.1994

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1998

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Tirta Umbara. 2003



[1]M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2005). h. 11
[2]Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Rosdakarya. 2010). h.43
[3]Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga rededifisi Islamisasi Pengetahuan. (Bandung: Nuansa. 2010). h.13
[4]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka.1994). h. 211
[5]Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka Setia. 1998). h. 19
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Prenada Media. 2006). h. 44
[7]Lihat Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009). h. 25
[8]Abuddin Nata. Ibid. h. 25
[9]Kamrani Buseri. Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2014). h. 73
[10]Ibid. h. 73
[11]Mohammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: PT.RajaGrafindo Perkasa. 2008). h. 92-93
[12]Hasan Langgulung. Asas-Asas Pendidikan Islam. (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru. 2003). h. 4–5
[13]Abuddin Nata. Op.Cit. h. 31
[14]Kamrani Buseri. Op.Cit. h. 74–75
[15]Ibid. h. 81–82
[16]Zakiyah Daradjat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 1991). h. 29
[17]Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). (Bandung: Tirta Umbara. 2003). h. 6
[18]M. Arifin. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. (Jakarta:Bumi Aksara.1991). h. 4
[19]Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Ciputat Pers. 2002). h. 41
[20]Kamrani Buseri. Op.Cit. h.100
[21]Nur Uhbiyati. Op.Cit. h. 123
[22]Ibid. h. 134–140
[23]Ibid. h. 123

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »