DASAR DAN UNSUR DASAR
PENDIDIKAN ISLAM
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu usaha membina dan
mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah. Oleh
karena itu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui
proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhan anak didik
(manusia) kepada titik optimal kemampuannya.
Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.[1]
Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepada-Nya.[1]
Pendidikan pada umumnya merupakan masalah yang tidak
pernah selesai (unfinished agenda), dimana pendidikan selalu
menjadi pembicaraan yang hangat dan tidak pernah memuaskan baik bagi negara
miskin, berkembang maupun negara yang sudah maju. Hal ini menurut Ahmad Tafsir
didasari karena manusia secara fitrah menginginkan yang lebih baik, teori
pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat,dan berubahnya pengaruh
pandangan hidup[2]
Dengan dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori
pendidikan mengikuti kebutuhan masyarakat dan pandangan hidup yang semakin
berkembang, maka pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari historis dan dasar
yang menjadi pijakan kehidupan manusia pada saat itu. Begitu pula dengan
pendidikan Islam sebagai bagian dari perkembangan agama Islam di dunia tentu tidak
akan bisa terlepas dari perkembangan umat Islam dari masyarakat yang relatif
sederhana menjadi masyarakat Islam yang semakin komplek dan global.
Pendidikan Islam pada hakikatnya merupakan
aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat
untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di
Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren,
madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan
masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.[3]
Melihat perkembangan historis pendidikan Islam sampai
saat ini, maka makalah sederhana ini mencoba menguraikan tentang apa saja dasar
yang kokoh yang menjadi asas dalam pendidikan Islam dan apa saja unsur-unsur
dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Pendidikan Islam
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foundation;
Perancis: Fondement; Latin: Fundamentum) secara bahasa
berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran,
aturan).[4] Nur Uhbiyati menyebutkan dasar
adalah landasan tempat berpijak atau tempat tegaknya sesuatu agar sesuatu
tersebut tegak dan kokoh.[5] Mujib
dan Mudzakkir menegaskan bahwa dasar pendidikan Islam merupakan landasan
operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal dari pendidikan
Islam.[6] Dasar
pendidikan Islam dapat dipahami sebagai fondamen yang menjadi landasan atau
asas agar pendidikan Islam dapat kokoh dan tidak mudah roboh meskipun diterpa
badai ideologi yang muncul kapan saja. Dengan dasar yang kokoh sehingga
pendidikan Islam tidak mudah terombang-ambing dan tidak mudah terpengaruh.
Pendidikan Islam memiliki dasar atau asas
tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi, dan cita-citanya.[7]
Hal ini memberikan penekanan bahwa pendidikan Islam tidak bersifat liberal
melainkan ia berada pada landasan dasar yang kokoh.
Secara garis besar dasar pendidikan Islam ada 3
yaitu Alquran, Sunnah dan Ijtihad (pendapat para ulama Islam yang saleh dan
mumpuni keilmuannya).[8] Dalam
konteks yang sama namun dengan gaya bahasa yang sedikit berbeda, Kamrani Buseri
memberikan penekanan bahwa dasar pendidikan Islam dapat digolongkan ke dalam
dua kategori yaitu dasar yang bersifat absolut (mutlak) yaitu Alquran dan
Sunnah dan dasar yang bersifat nisbi yaitu ijtihad.[9]
Alquran dan Sunnah merupakan dasar fundamental
pendidikan Islam. Keabsolutan keduanya sebagai dasar pendidikan Islam merupakan
tiang penyangga pendidikan Islam yang memelihara esensi dan tujuan-tujuan
fundamental yang harus terus dilestarikan. Sedangkan ijtihad yang menurut
istilah fiqh adalah usaha sungguh-sungguh manusia dalam berfikir untuk
mengambil keputusan mengenai hukum suatu masalah tentu akan terus berkembang
sehingga senantiasa relevan, inovatif dan responsif.[10] Secara
substansial ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Alquran dan
Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan Islam
sehingga dapat menetapkan berbagai pandangan, konsep dan operasional pendidikan
dalam kaitan pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa ketiga
dasar pendidikan Islam sebagaimana telah disebutkan di atas merupakan satu
kesatuan yang saling terkait namun tetap memiliki urutan hirarki yang tidak
boleh dibolak balik yaitu Alquran, Sunnah dan ijtihad. Alquran dan Sunnah
sebagai dasar utama dan ijtihad merupakan dasar atau asas yang bersifat
pengembangan.[11]
Seiring dengan berkembangnya konsep pendidikan
Islam. Secara terperinci para pakar pendidikan Islam memiliki pandangan yang
bervariatif dalam upaya merumuskan dasar pendidikan Islam yang lebih
terperinci.
Hasan Langgulung mengungkapkan ada 6 asas yang
melandasi pendidikan yaitu:
1. Asas
Historis
Yaitu asas yang berkaitan dengan pengalaman
positif umat di masa lalu dalam bidang pendidikan yang masih relevan untuk
diterapkan atau dikembangkan.
2. Asas
Sosial
Yaitu kesesuaian antara pendidikan yang
diberikan dengan keadaan dan perkembangan masyarakat serta memahami
karakteristik sosial budaya yang berkembang di masyarakat.
3. Asas
Ekonomi
Yaitu agar penyelenggaraan pendidikan dapat
disesuaikan dengan keadaan potensi-potensi perekonomian masyarakat.
4. Asas
Politik dan Administrasi
Yaitu asas yang memberikan bingkai ideologi
untuk merumuskan strategi guna mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
5. Asas
Psikologis
Yaitu asas yang berkaitan dengan kondisi
kejiwaan manusia sehingga dalam proses berjalannya pendidikan dapat terjalin
komunikasi yang harmonis.
6. Asas
Filsafat
Yaitu asas yang berusaha memberikan kemampuan
untuk memilih yang lebih baik, memberi arah dan mengontrol suatu sistem.[12]
Pendapat tersebut di atas terlihat begitu
lengkap, namun menurut Abuddin Nata keenam asas tersebut belumlah sempurna
karena belum memasukkan asas agama atau asas Islam yang justru menjadi karakter
dari Pendidikan Islam tersebut.[13] Dengan
adanya asas agama tentunya semua aktivitas pendidikan akan menjadi bermakna
sebab agama menjadikan tujuan dan ruang gerak pendidikan menjadi terarah menuju
ridha Allah swt.
Kamrani Buseri menjelaskan bahwa dasar-dasar
pendidikan Islam secara lebih rinci yaitu meliputi:
1. Dasar
Normatif, meliputi:
a. Nilai
aqidah, ibadah, syariah – al-dharuriyyat al-khams
b. Nilai-nilai
manusia sebagai Abdullah dan khalifatullah
c. Nilai-nilai
manusia sebagai pendidik dan anak didik
2. Dasar
Filosofis, meliputi:
a. Apa hakikat
manusia?
b. Apa
hakikat alam?
c. Apa
hakikat kehidupan?
d. Apa
hakikat kebenaran dan pengetahuan?
e. Apa itu
nilai kebaikan dan keindahan?
f. Pandangan-pandangan
mengenai hakikat, tujuan, kegunaan pendidikan, pendidik, anak didik, lingkungan
serta sarana atau metode pendidikan.
3. Dasar
Biologis dan Psikologis, meliputi:
a. Fisik,
jiwa dan ruh
b. Fithrah
dan hanief
c. Masa
kanak-kanak , balig dan dewasa
d. IQ, EQ
dan SQ
4. Dasar
Sosiologis, meliputi:
a. Manusia
makhluk individual-sosial
b. Manusia
makhluk yang bermanfaat
c. Keluarga
muslim dan masyarakat muslim
d. Hubungan
antara individu, keluarga, lembaga pendidikan, mesjid dan masyarakat.[14]
B. Unsur Dasar Pendidikan Islam
Dalam implementasi fungsi pendidikan Islam
sangat memperhatikan aspek yang mendukung atau unsur yang turut mendukung
terhadap tercapai tujuan dari pendidikan Islam. Adapun aspek atau unsur-unsur
tersebut menurut Kamrani Buseri sekurang-kurangnya meliputi enam hal yaitu tujuan
pendidikan, pendidik, anak didik, metode pendidikan, sarana/alat pendidikan, dan
lingkungan.[15]
1. Tujuan
Pendidikan
Tujuan ialah suatu yang diharapkan
tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena
merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan
tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu
keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya.[16]
Pada
prinsipnya pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Hal ini tecantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
bab II pasal 3 yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dalam
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[17]
Rumusan tujuan pendidikan
Islam yang dihasilkan dari seminar pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di
Islamabad adalah:
“Education aims at the ballanced growth of total
personality of man through the training of man’s spirit, intelect, the rasional
self, feeling and bodile sense. Education should , therefore, cater, for the
growth of man in all its aspects, spiritual, intelectual, imaginative,
physical, scientific, linguistic, both individually and collectivelly, and
motivate all these aspects toward goodness and attainment of pefection. The
ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to
Allah on the level of individual, the community and humanity at large”.[18]
Maksudnya, pendidikan seharusnya bertujuan mencapai
pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui
pelatihan spiritual, kecerdasan, rasio, perasaan, dan pancaindra. Oleh karena
itu, pendidikan seharusnya pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala
aspeknya yang meliputi aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiyah,
linguistik, baik secara individu, maupun secara kolektif dan memotifasi semua
aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan utama pendidikan
bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada Allah SWT baik dalam level
individu, komunitas, dan manusia secara luas.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mencetak
manusia yang berbudi pekerti luhur supaya menjadi manusia yang sempurna guna
menghambakan diri kepada Allah swt.
2. Pendidik
Pengertian
pendidik secara umum adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[19]
Menurut
kajian pendidikan Islam, pendidik dalam bahasa arab disebut dengan mu’allim,
ustadz, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib, masing-masing dengan makna
yang berbeda, sesuai dengan konteks kalimatnya, walaupun dalam situasi tertentu
mempunyai kesamaan makna.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami
bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung
jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar
mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik
dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di
sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai
sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
3. Anak
Didik
Anak didik adalah orang yang memerlukan bantuan orang
lain untuk mengatasi kekurangan atau memenuhi kebutuhannya agar menjadi manusia
dewasa.[20] Dalam
paradigma pendidikan Islam, anak didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Disini, anak didik merupakan makhluk Allah yang
memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik
bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi
ruhaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang
dinamis dan perlu dikembangkan.
4. Metode
Pendidikan
Metode berasal dari bahasa latin “meta”
yang berarti melalui, dan “hodos” yang berarti jalan atau ke
atau cara ke. Sedangkan menurut istilah metode dapat berarti suatu
cara untuk mencapai cita-cita. Selanjutnya yang dimaksud dengan metode
pendidikan Islam adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan
bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian
muslim.[21]
Menurut Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa
teknik atau metode Pendidikan Islam itu ada 8 macam, yaitu:
a.
Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan melalui teladan adalah
merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Namun hal itu
masih tetap hanya akan merupakan tulisan di atas kertas, tergantung di atas awang-awang,
selama tidak
dapat menjamah manusia yang menerjemahkannya dengan tingkah laku, tindak tanduk, ungkapan-ungkapan
rasa dan ungkapan-ungkapan pikiran; menjadi dasar-dasar dan arti sesuatu metodologi.
Hanya bila
demikianlah suatu metodologi akan berubah menjadi suatu gerakan dan akan menjadi suatu sejarah
b.
Pendidikan Melalui Nasihat
Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk
terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap
dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Ia menggerakkannya dan
mengguncangkan isinya selama waktu tertentu, tak ubahnya seperti seorang peminta-minta
yang berusaha membangkit-bangkitkan kenistaannya sehingga menyelubungi seluruh
dirinya, tetapi bila tidak dibangkit-bangkitkannya maka kenistaan itu terbenam
lagi. Nasihat yang jelas
dan dapat dipegangi adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak membiarkan
perasaan
itu jatuh ke dasar bawah dan mati tak bergerak.
c.
Pendidikan Melalui Hukuman
Apabila teladan dan nasihat tidak
mempan, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan
di tempat
yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan.
Ada orang-orang yang cukup dengan teladan dan nasihat saja, sehingga tidak perlu
hukuman baginya.
Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya. Di antara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali dengan
hukuman.
d.
Pendidikan Melalui Ceritera
Ceritera mempunyai daya tarik yang
menyentuh perasaan. Sebab bagaimana pun perasaan, ceritera itu pada kenyataannya
sudah merajut
hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Pembaca atau pendengar ceritera tidak dapat
tidak bersikap kerja sama dengan jalan ceritera dan orang-orang yang terdapat di dalamnya.
Sadar atau tidak ia telah menggiring dirinya untuk mengikuti jalan ceritera
menghayalkan bahwa ia berada di pihak ini atau itu dan sudah menimbang-nimbang
posisinya dengan posisi tokoh ceritera, yang mengakibatkan ia senang, benci
atau merasa kagum.
e.
Pendidikan Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting
dalam kehidupan manusia, karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia.
karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan agar kekuatan itu
dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan di lapangan lain seperti untuk
bekerja, memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti ini tidak diberikan
Tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar berjalan,
berbicara
dan berhitung. Tetapi di samping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang terutama apabila tidak ada
penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi
jiwa.
f.
Menyalurkan Kekuatan
Di antara banyak teknik Islam dalam
membina manusia dan
juga dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa, tumbuh
dari diri dan tidak
memendamnya kecuali bila potensi-potensi itu memang tertumpu untuk lepas.
Islam mengisi hati dan tubuh dengan
berbagai muatan, yaitu
kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu berbentuk selama manusia itu sehat. Kekuatan yang dikandung
oleh eksistensi manusia itu dan dihimpun oleh Islam, adalah kekuatan energik dan netral
yang dapat
baik atau buruk serta menghancurkan dan dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan arah. Islam
menyalurkan kekuatan itu ke arah yang benar untuk kebaikan.
g.
Mengisi Kekosongan
Apabila Islam menyalurkan kekuatan
tubuh dan karena jiwa
ketika sudah menumpuk, dan tidak menyimpannya karena penuh risiko, maka Islam sekaligus juga tidak senang
pada kekosongan. Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan
terpendam
juga merusak, tanpa adanya suatu keadaan istimewa. Kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan adalah
habisnya kekuatan potensial untuk mengisi tersebut. Seterusnya orang itu akan
terbiasa pada sikap
buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu.
Islam ingin sekali memfungsikan manusia
secara baik semenjak
ia bangun dari tidur, sehingga orang itu tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya serta ingin sekali meluruskan kekuatan itu pada jalannya semula
h.
Pendidikan Melalui Peristiwa-Peristiwa
Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang
timbul karena tindakan sendiri maupun sebab-sebab di luar kemauannya. Keistimewaan
peristiwa-peristiwa itu dari teknik pendidikan yang lain adalah bahwa peristiwa-peristiwa
itu menimbulkan suatu situasi yang khas di dalam perasaan. Suatu peristiwa secara lengkap sangat
membekas pada perasaan, yang mengirimkan satu jawaban dan reaksi keras yang kadang-kadang
dapat meluluhkan
perasaan. Hal ini tidaklah terjadi setiap hari, begitu pula tidaklah mudah sampai ke dalam hati di
saat hati itu tenang, cerah dan tidak tertekan.[22]
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa demikian luas, dalam dan terperinci Islam menuntun
kepada umatnya agar menjadi makhluk berilmu, beramal dan berbudi pekerti yang luhur.
5. Sarana
atau Alat Pendidikan
Alat pendidikan Islam yaitu segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[23] Alat
dan media memiliki kedudukan penting dalam pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, pendidik
hendaknya tidak meremehkan masalah alat. Pendidik hendaknya mengadakan studi
secara mendalam tentang masalah ini.
Tidak sedikit kegagalan dalam pendidikan
disebabkan pendidik tidak memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan
alat, seperti fungsi, pemilihan, dan cara-cara menggunakannya. Alat dan juga
media tidak terpisahkan dari tujuan, karena tujuan tidak mungkin tercapai tanpa
alat. Ini berarti bahwa alat berfungsi mengantarkan penggunanya untuk mencapai
tujuan. Dalam kaidah ushul fiqih mengatakan bahwa alat mempunyai nilai yang
sejalan dengan nilai tujuan.
6. Lingkungan
Meskipun lingkungan tidak bertanggung jawab terhadap kedewasaan anak didik,
namun merupakan faktor yang sangat menentukan yaitu pengaruhnya yang sangat
besar terhadap anak didik, sebab bagaimanapun anak tinggal dalam satu
lingkungan yang disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi anak. Pada dasarnya
lingkungan mencakup lingkungan fisik, lingkungan budaya, dan lingkungan sosial. Lingkungan sekitar yang dengan sengaja
digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan (pakaian, keadaan rumah, alat
permainan, buku-buku, alat peraga, dll) dinamakan lingkungan pendidikan.
Secara umum fungsi lingkungan
pendidikan adalah membantu peserta didik dalam interaksi dengan berbagai
lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia,
agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
a.
Lingkungan Keluarga
Keluarga
adalah lingkungan utama yang dapat membentuk watak dan karakter manusia.
Keluarga adalah lingkungan pertama dimana manusia melakukan komunikasi dan
sosialisasi diri dengan manusia lain selain dirinya. Di keluarga pula
manusia untuk pertama kalinya dibentuk baik sikap maupun kepribadiannya.
Lembaga
pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, karena didalam
keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak. Dalam ajaran
Islam telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya yang berbunyi:
كلّ مولودٍ يولد على الفطرة وانّما ابواه يمجّسا نه او يهـوّ
دانه او ينصّرانه
Artinya:
“Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah,maka sesungguhnya kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia Majusi, Yahudi dan Nasrani”
Dalam
hal ini Allah berfirman:
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
siksa api neraka…..(at-Tahrim:6)
Disinilah
letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah
amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta
pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya. Keluarga dalam perspektif
pendidikan Islam memiliki tempat yang sangat strategis dalam pengembangan
kepribadian hidup seseorang. Baik buruknya kepribadian seseorang akan sangat
tergantung pada baik buruknya pelaksanaan pendidikan Islam di keluarga.
b.
Lingkungan Sekolah
Pada
dasarnya sekolah harus merupakan suatu lembaga yang membantu bagi terciptanya
cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam dalam bidang
pengajaran yang tidak dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah dan
masjid. Bagi ummat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan ialah
lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang didalamnya
diajarkan agama Islam, melainkan suatu lembaga pendidikan yang secara
keseluruhan bernafaskan Islam hal itu hanya mungkin terwujud jika terdapat
keserasian antara rumah dan sekolah dalam pandangan keagamaan.
Sekolah
merupakan lingkungan artifisial yang sengaja dibentuk guna untuk mendidik dan
membina generasi muda ke arah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak
dengan pengetahuan dan kecakapan hidup ( life skill) yang dibutuhkan
kemudian hari. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mempunyai pengaruh yang
cukup besar terhadap perkembangan anak-anak dan remaja.
Dalam
konsep Islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai media analisis pendidikan
berdasarkan tujuan pemikiran ,aqidah dan syariat demi terwujudnya penghambaan
diri kepada Allah serta sikap mengesakan Allah dan mengembangkan segala bakat
atau potensi manusia sesuai fitrahnya, sehingga manusia terhindar dari berbagai
penyimpangan
c.
Lingkungan masyarakat
Pendidikan
masyarakat harus mampu mengajak generasi muda untuk memilih teman dengan baik
dan berdasarkan ketakwaan kepada Allah.
BAB III
PENUTUP/SIMPULAN
Dari
Uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa : Pendidikan menurut pandangan islam
lebih dominan kepada pembentukan akhlak, akidah dan iman. Sedangkan secara umum
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan pengembangan kemapuan yang
dimiliki. Apabila kedua hal ini digabungkan maka hasil dari pendidikan akan
sangat maksimal dan menghasilkan peserta didik yang memiliki intelektual dan
akhlak yang mulia.
Dasar-dasar
ilmu pendidikan Islam adalah landasan atau pijakan yang dijadikan tempat
berjalannya ilmu pendidikan Islam. Pada prinsipnya, ilmu pendidikan Islam
berfungsi mengembangkan pendidikan Islam itu sendiri. Dasar utama ilmu
pendidikan Islam adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan secara langsung
maupun tidak langsung dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dasar yang kedua
adalah Sunnah yang memerintah umat Islam untuk mencari ilmu dan mengembangkan
pendidikan Islam. Dasar ketiga dapat diambil dari pendapat para ulama yang
mumpuni keilmuannya dalam memberikan pandangan, pendapat dan penafsiran
terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan Islam.
Adapun aspek atau unsur-unsur pendidikan Islam
sekurang-kurangnya meliputi enam hal yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak
didik, metode pendidikan, sarana/alat pendidikan, dan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad
Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT.RajaGrafindo Perkasa. 2008
Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara. 2005
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta:Bumi
Aksara.1991
Buseri, Kamrani.
Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
2014
Daradjat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1991
Langgulung,
Hasan. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru. 2003
Muhaimin. Arah
Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga
rededifisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa. 2010
Mujib, Abdul &
Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media. 2006
Nata, Abuddin. Ilmu
Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2009
Nizar, Samsul. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: Rosdakarya. 2010
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.1994
Uhbiyati, Nur. Ilmu
Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia. 1998
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Bandung: Tirta Umbara. 2003
[1]M.
Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara. 2005). h. 11
[2]Ahmad
Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung: Rosdakarya. 2010). h.43
[3]Muhaimin. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan,
Pengembangan Kurikulum hingga rededifisi Islamisasi Pengetahuan. (Bandung:
Nuansa. 2010). h.13
[4]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Jakarta: Balai Pustaka.1994). h. 211
[5]Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: CV. Pustaka
Setia. 1998). h. 19
[6]Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam.
(Jakarta: Prenada Media. 2006). h. 44
[7]Lihat Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009). h. 25
[8]Abuddin
Nata. Ibid. h. 25
[9]Kamrani Buseri. Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam.
(Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2014). h. 73
[11]Mohammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam. (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Perkasa. 2008). h. 92-93
[12]Hasan Langgulung. Asas-Asas Pendidikan Islam. (Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru. 2003). h. 4–5
[13]Abuddin Nata. Op.Cit. h. 31
[14]Kamrani Buseri. Op.Cit. h. 74–75
[17]Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). (Bandung: Tirta Umbara. 2003). h. 6
[19]Samsul Nizar. Filsafat Pendidikan
Islam. (Jakarta: Ciputat Pers. 2002). h. 41
[20]Kamrani Buseri. Op.Cit. h.100
[21]Nur Uhbiyati. Op.Cit. h. 123